“Alih Fungsi Hutan untuk Kepentingan Nasional: Pengamat Tegaskan Tak Ada Pelanggaran Hukum”

http://Pressind.com

Pressind.com – Permohonan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengenai perubahan status hutan yang diajukan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten 2022-2024, Al Muktabar, menuai kontroversi setelah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaporan tersebut diajukan oleh Musa Weliansyah, anggota Dewan P6 erwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten, yang menilai kebijakan Al Muktabar melanggar hukum karena dianggap tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan memiliki cacat hukum.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik, Anhar SH, menilai bahwa pernyataan dan pelaporan yang dilakukan oleh Musa Weliansyah terkesan gegabah dan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. Anhar, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Lumbung Aspirasi Rakyat Indonesia, menegaskan bahwa langkah yang diambil oleh Al Muktabar bersifat normatif dan tidak melanggar aturan hukum yang berlaku.

Anhar menjelaskan bahwa usulan alih fungsi hutan di Pantura Kabupaten Tangerang yang diajukan oleh Al Muktabar merupakan bagian dari upaya mendukung kebijakan nasional, khususnya dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). “Surat Pj Gubernur Banten bernomor B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 tanggal 25 Juli 2024 tentang alih fungsi hutan di Pantura Kabupaten Tangerang dibuat setelah pemerintah menetapkan 14 proyek strategis nasional (PSN) baru, salah satunya adalah Tropical Coastland yang digarap oleh PIK 2 pada Maret 2024,” ujar Anhar.

Lebih lanjut, Anhar memaparkan bahwa permohonan perubahan status hutan tersebut didasarkan pada sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, serta Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2023-2043.

“Perubahan status hutan bukanlah tindakan melawan hukum, karena dalam sistem hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, hal tersebut diperbolehkan. Selain itu, yang melatarbelakangi permohonan ini adalah kepentingan nasional,” tegas Anhar.

Sementara itu, terkait adanya Memorandum of Understanding (MOU) antara Pemprov Banten dengan PT Mutiara Intan Permai yang dibuat tanpa sepengetahuan DPRD, Anhar menegaskan bahwa MOU tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bukti pelanggaran hukum. Menurutnya, MOU bukanlah produk hukum yang memerlukan persetujuan DPRD. “Untuk dapat dilaksanakan, MOU tersebut harus ditingkatkan menjadi Perjanjian Kerjasama Daerah. Baru dalam proses pembuatan Perjanjian Kerjasama Daerah, persetujuan DPRD Provinsi diperlukan,” jelas Anhar.

Anhar berharap agar masyarakat tidak terprovokasi oleh isu-isu yang belum jelas dasar hukumnya. Ia menegaskan bahwa langkah yang diambil oleh Pemprov Banten telah sesuai dengan aturan yang berlaku dan bertujuan untuk mendukung kepentingan nasional.

TERKAIT