MK Minta Judul Gugatan ‘Kaesang Dilarang Jadi Gubernur’ Dihapus: Ini Provokatif, Tidak Etis

Jakarta, pressind.com — Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan saran kepada Aufaa Luqmana Re A, warga Surakarta dan putra dari Boyamin Saiman, terkait gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf e yang mengatur batas usia calon kepala daerah.

Salah satu poin yang disoroti adalah penggunaan judul gugatan yang secara eksplisit menyebut nama Kaesang Pangarep.

Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam persidangan menyatakan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi semua pihak. Oleh karena itu, penggunaan nama Kaesang Pangarep dalam gugatan tersebut dianggap kurang tepat.

“Ini saran, yang namanya perkara yang dituangkan dalam bentuk permohonan dari pemohon di Mahkamah Kontitusi itu adalah permohonan uji formil atau uji materil yang putusannya itu bersifat mengikat semua. Jadi sebagai sebuah permohonan yang nanti apakah putusannya nanti dikabulkan, apakah dikabulkan seluruhnya atau dikabulkan sebagian, atau pun ditolak ya, itu berlaku mengikat untuk semua. Jadi ini bukan permohonan tentang orang perorangan atau pun tentang terhadap orang tertentu,” tutur Arsul di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024).

“Oleh karena itu, saran penasehat yang pertama sebaiknya judul permohonan yang berbunyi Kaesang dilarang jadi gubernur itu tidak perlu ada,” sambungnya.

Arsul juga menjelaskan bahwa MK memiliki kewenangan untuk menguji norma dalam Undang-Undang dengan norma yang ada dalam Undang-Undang Dasar, namun bukan untuk menguji putusan dari lembaga peradilan lain atau lembaga lain yang bukan pembentuk Undang-Undang.

“Jadi ya pemohon sebaiknya fokus saja bahwa yang dimohonkan dalam perkara ini adalah pemaknaan untuk memperjelas tentang Pasal salah satu poin syarat pencalonan, itu saja dimaknai,” jelas dia.

“MK itu bukan de juris-nya dari lembaga peradilan lain ataupun lembaga lain. Kalau pun mau de juris-nya itu ada pembentuk Undang-Undang yakni DPR dan Presiden. Jadi saran yang kedua adalah sebaiknya tidak dikaitkan. Kenapa, meskipun itu sebagai sebuah fakta ada putusan yang lain tetapi Mahkamah Konstitusi juga tidak bisa tergantung ada atau tidaknya putusan lain. Itu yang perlu pemohon ingat,” lanjut Arsul Sani.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERKAIT